Chapter 1: Chapter 1
Chapter Text
“Bagaimana jika ada beberapa cerita yang pernah ditulis, tetapi telah dihapus karena alasan yang tidak diketahui?”
Begitulah isi bubble chat pertama dari Cyrene yang diterima oleh Caelus.
Cyrene beberapa kali sering mengirimnya pesan yang tidak bisa ia balas. Maka, dia berpikir chat sekarang merupakan chat yang telah dikirim secara terjadwal.
“Tenang saja, ini bukan bagian cerita utama Amphoreus, kok. Ini hanya cerita buatan dari orang-orang yang tidak bernama yang telah aku kumpulkan dari berbagai siklus. Seperti cerita buatan orang-orang Kremnos tentang kisah cinta Nikador. Aku berpikir mungkin ini bisa menjadi bacaan baru untukmu saat kamu sedang bosan. Aku akan mengirimkan folder-nya kepada kamu. Selamat membaca ^^”
Caelus tahu jika dia membalas chat ini adalah tindakan yang sia-sia. Setiap ia mencoba membalas chat dari Cyrene itu selalu gagal. Akan tetapi, Caelus tetap mencoba membalas chat Cyrene tersebut.
“Terima kasih. Apa kita masih bisa mengobrol lagi?”
Pengiriman pesan gagal.
Lagi dan lagi.
Mungkin tidak hari, tetapi dia berharap suatu hari Cyrene akan membalas pesannya.
Caelus membuka link yang telah dikirimkan oleh Cyrene. Yang membuatnya sangat kaget adalah isi judul cerita yang dikirimkan oleh Cyrene ternyata banyak.
Sangat-sangat banyak.
Sampai dia bingung harus membaca cerita dari mana dahulu. Saat Caelus scroll pun masih belum menemukan titik akhirnya.
Caelus pun menyerah. Dia pun memilih salah satu judul dengan asal-asalan. Pada file yang ia pilih tersebut memiliki judul “CERITA INI TELAH DIHAPUS.”
“Hah?” Respons pertama Caelus saat pertama kali membaca judul cerita tersebut yang ditulis oleh penulis NN. Sebelum memasuki cerita, Caelus membaca catatan dari sang penulis misterius itu.
“Aku sengaja memberi judul begini agar orang-orang menanggap judul ini tidak memiliki isi cerita. Ini karena aku membuat cerita tentang dua anggota Chrysos Heirs yang sangat aku kagumi dam telah aku bumbui dengan fantasi liarku. Aku tidak mau cerita ini diketahui oleh banyak orang, apalagi sampai ke telinga dua anggota Chrysos Heirs itu. Jangan! Jangan sampai! Lebih baik kepala aku dipenggal daripada ketahuan oleh mereka berdua. Jadi, siapapun yang menemukan cerita ini mohon musnahkan dengan cara apapun. Namun, jika kamu tetap ingin membacanya, semoga kamu menyukainya dan jadikan ini rahasia antara kita berdua. Aku yakin di planet yang luas ini pasti ada (setidaknya) satu orang yang memiliki ketertarikan yang sama denganku. Maka dari itu, aku tidak memusnahkan cerita ini oleh tangan aku sendiri. Aku hanya membuangnya dan berharap cerita ini terdampar ke tangan orang yang tepat.”
“Oalah, ternyata fanfiksi.....” Ucap Caelus.
Ia memeriksa sekelilingnya untuk memastikan di kamarnya ini hanya ada dirinya sendiri. Setelah membaca catatan itu, rasa penasaran Caelus meningkat. Ia penasaran siapakah anggota Chrysos Heirs yang disukai oleh penulis misterius ini.
Chapter 2: Chapter 2
Chapter Text
Mydeimos, Sang Putra Mahkota Castrum Kremnos kini telah memasuki usia dewasa. Raja Eurypon memustukan untuk memanggil beberapa professor dari akademi Grove of Epiphany untuk mengajarinya tentang politik, tata krama, bisnis, ataupun dasar-dasar dalam berunding.
Professor Anaxagoras, atau biasa dipanggil Professor Anaxa, ditunjuk sebagai guru yang mengajarinya dalam ilmu komunikasi. Berbanding terbalik dengan profesinya sebagai dosen yang condong ke alkimia, tetapi Raja Eurypon mengagumi cara berkomunikasi Anaxa. Terutama ketika sedang berdebat dengan lawan bicaranya. Awalnya Anaxa menolak tawaran dari Raja, tapi pikirannya berubah ketika Ratu Gorgo membujuknya dengan memperbolehkan dirinya untuk meneliti tentang dromas milik kerajaan sesuka hati selama ia mengajar di istana.
Anaxa langsung menyutujuinya tanpa basa-basi.
Pertemuan pertama dirinya dengan Mydeimos, atau biasa dipanggil Mydei, tidak ada yang istimewa. Anaxa mengajari Mydei seperti ia mengajari para mahasiswanya. Lalu, Mydei mendengarkan dan fokus pada ajaran dari Anaxa.
Namun, ada satu kejadian yang membuat pertemuan mereka menjadi istimewa.
Saat Anaxa memasuki kandang dromas, ia melihat Mydei telah berada di sana sembari memberikan bata merah kepada para dromas. Ini pertama kalinya Anaxa melihat Sang Putra Mahkota berkunjung ke kandang dromas sampai kalimat ini keluar dari mulutnya. “Saya tidak menyangka Sang Putra Mahkota akan berkunjung ke sini.”
“Ucapan Anda seperti menganggap saya tidak pernah mengurus para dromas ini, Professor.”
“Heh, tidak sia-sia saya mengajarimu selama sebulan ini, Mydeimos.”
“Terima kasih atas pujiannya, Professor. Perlu Anda ketehaui bahwa sebelum kehadiran Anda, saya lah yang mengurus droma-dromas ini.”
“Benarkah? Lalu, kenapa saya tidak pernah melihat kamu mengunjungi para dromas ini lagi?”
“Saya mengetahui dari ibu bahwa Anda adalah orang yang menyukai dromas. Maka, saya tidak mau mengganggu waktu berkunjung Anda, Professor. Lagi pula, saya lihat Anda pun merawat para dromas ini dengan baik.”
“Oh.....begitu...”
Ucapan Mydei itu membuat Anaxa terdiam dan kehilangan kata-kata untuk membalasnya. Sebab, ia menyadari bahwa Putra Mahkota itu ternyata bisa memahami orang-orang sekitarnya.
Tidak seperti kesan pertamanya terhadap Mydei.
Awalnya dia berpikir bahwa calon murid yang akan dia ajari ini adalah tipe orang keras kepala dan manja sehingga dia berusaha menolak semua tawaran dari Si Raja. Setelah melihat sifat Mydei dan mengetahui dialah yang merawat para dromas tersebut, ada perubahan kesannya terhadap Mydei.
Dia mengira perubahan kesan itu berupa rasa hormat kepada Si Putra Mahkota. Setelah kejadian di kandang dromas itu, dia selalu memperhatikan Mydei.
Dari gerakan kecil pun selalu dia perhatikan yang awalnya tak pernah dia pedulikan. Dimulai dari cara bicaranya, cara makannya, cara memegang kuasnya, cara menggenggam gelas, bahkan memerhatikan mimik wajah Mydei saat sedang bicara dengan seseorang.
Ia lakukan itu dengan diam-diam.
Ia tidak ingin kegiatan barunya ini diketahui olehnya. Oleh murid yang dia kagumi.
Semenjak kejadian di kandang dromas itu, Anaxa memiliki hobi baru. Atau, tepatkah mengatakan ini sebaga ‘hobi’?
Anaxa sendiri pun tidak tahu apakah ini hobi atau obsesi. Setiap melihat Mydei, hanya ada satu kalimat yang tergambar di pikirannya
“Aku ingin memilikinya.”
Dan kata “memiliki” ini berkembang menjadi: “Aku ingin memiliki Mydeimos. Aku ingin memiliki Putra Mahkota Castrum Kremnos ini. Aku ingin memiliki seluruh anggota tubuh milik Mydeimos. Aku ingin menggenggam tangan besarnya. Aku ingin mengelus rambut pirangnya. Aku ingin memperhatikan mata emas miliknya lebih dekat. Aku ingin menyentuh pipinya. Aku ingin merasakan bibir miliknya.”
Mungkin Anaxa sendiri tidak menyadari bahwa rasa obsesinya ini melebihi rasa obsesinya terhadap dromas. Dia berusaha mempertahankan hasratnya agar tidak diketahui oleh Mydei.
Jika sampai ketahuan oleh Mydei, dia lebih memilih untuk mati.
Itulah yang dia rencanakan sampai kejadian yang tak terduga hadir di kehidupannya.
Saat itu merupakan malam terakhirnya di Kerajaan Castum Kremnos. Anaxa sedang mengemaskan barang-barangnya sambil memikul beban berat yang dirasakan di dadanya.
Ia tidak akan bisa lagi melihat Mydei.
Ia tidak akan bisa lagi memperhatikan Mydei.
Ia tidak akan bisa lagi mendengar suara Mydei.
Ia tidak akan bisa lagi mendengar suara yang memanggil namanya.
“Hah, seharusnya aku menolak tawaran Sang Raja dan hasutan Sang Ratu.” Gumamnya sambil mengacak-acak rambutnya. Frustrasi dengan isi pikirannya sendiri. Rasanya ingin sekali dia pergi ke kediaman Raja dan memohon sambil berlutut untuk memperpanjang kontrak mengajarnya setidaknya selama sebulan.
Akan tetapi, dia tidak menemukan alasan yang kuat untuk menerima keegoisannya ini. Dia sampai berpikir untuk menculik Sang Putra Mahkota malam ini juga. Dia sendiri tahu konsekuensinya adalah kepalanya akan dipenggal oleh raja.
“Dipenggal pun sepertinya bayaran yang pantas asal bisa memilikinya untuk sementara waktu.....hehe......”
Anaxa menghela nafasnya untuk mengembalikan kewarasannya. “Anaxagoras, sejak kapan kamu kehilangan akal seperti ini?” Ucapnya kepada dirinya sendiri.
Semua kegelisahannya teralihkan oleh suara ketukan pintu kamarnya. Saat Anaxa membuka pintunya, pemandangan pertama yang dia lihat adalah kehadiran Sang Putra Mahkota yag diterangi oleh sinar rembulan dari belakang.
Sang Professor bergeming sejenak atas keindahan yang ada di hadapannya.
“Professor?” Tanya Mydei yang terheran melihat Anaxa tidak mengucapkan sepatah kata setelah membukakan pintu untuknya.
“Ada apa, Mydeimos?”
“Ada yang ingin saya katakan kepada Anda.”
“Jika itu ucapan perpisahan, maka bisa sampaikan saat esok pagi.”
“Ini.....bukan ucapan perpisahan, melainkan permintaan dari saya.”
Dari tatapannya Mydei sudah menunjukkan bahwa kata-kata yang akan dikeluarkan dari mulutnya tidak bisa ia tolak.
Anaxa membukakan pintunya dengan lebar dan meminta Mydei untuk masuk ke ruangannya. Secara etika, mengunjungi seorang guru saat malam hari di ruangan privasinya sangat tidak pantas untuk anggota kerajaan. Meskipun yang mengunjunginya adalah Mydei, Putra Mahkota Castrum Kremnos. Murid yang dia puja di dalam benaknya.
Dia hanya berharap Raja tidak akan mengetahui pertemuan mereka malam ini.
Anaxa mempersilakan Mydei duduk di kursinya sembari menyiapkan minuman untuknya. Saat ia meletakkan secangkir teh hangat di hadapannya, Anaxa mulai membuka suara. “Permintaan apa yang hendak kamu sampaikan sehingga mengunjungi saya di malam ini? Saya yakin kamu tidak bodoh, Mydeimos. Mengunjungi seorang guru di luar jadwalnya itu bukan hal yang pantas dilakukan oleh Putra Mahkota.”
“Saya paham, Professor.” Ucap Mydei sambil melihat Anaxa memposisikan dirinya berdiri di depan jendela kamar. “Jika saya mengunjungi Anda saat besok pagi, waktunya tidak akan cukup. Anda akan segera menghilang dari hadapan saya.”
“Ucapanmu seolah-olah saya akan mati saja.”
“Dengan segala hormat, Professor, saya lebih memilih Anda meninggal daripada harus meninggalkan tempat ini.”
Anaxa benar-benar takjub dengan ucapan dari muridnya itu. Dia bahkan mencoba kembali mencerna ucapan Mydei dan berharap apa yang dia dengar merupakan kesalahan pada pendengarannya.
“Mydeimos, bisakah kamu jelaskan ucapan kamu barusan? Saya tidak dapat menemukan korelasi dari ucapanmu itu.”
Mydei bangkit dari kursinya. Ia melangkah mendekati Anaxa yang tengah berdiri di depan jendela kamarnya sambil melipatkan kedua tangannya. Cahaya yang didapatkan dari sisi jendela tidak sebanyak dari pintu masuk kamarnya. Meskipun hanya sedikit, Anaxa dapat melihat jelas warna emas yang terpancar dari mata Mydei.
“Professor, jika Anda meninggal, setidaknya saya bisa mengunjungi pemakaman Anda tanpa harus ada alasan resmi untuk mengunjungi Anda setiap saat. Namun, jika Anda meninggalkan tempat ini, maka saya tidak dapat mengunjungi Anda lagi setiap saat.”
“Itu konyol. Kamu bisa meminta ayahmu memanggil saya untuk mengajarimu lagi.”
“Yang Mulia tidak semudah itu menerima permintaan saya. Ajaran dari Anda sudah cukup untuk bekal memimpin kerajaan ini. Ke depannya, saya akan sibuk dengan urusan pekerjaan kerajaan lainnya. Memanggil Anda kembali untuk menjadi guru saya bukan alasan yang tepat untuk dapat membujuk beliau. Bahkan, melalui bantuan ibu pun rasanya tidak akan mudah.”
Ini pertama kalinya Anaxa mendengar intonasi suara Mydei terdengar seperti cemas. Anehnya, Anaxa merasa sedikit senang karena dia dan Mydei memiliki kegelisahan yang sama. Tentu saja dia tidak akan mengatakan itu di hadapan muridnya yang sedang mencoba mengutarakan isi hatinya sekarang.
Mungkin, dengan ‘sedikit dorongan’, Anaxa bisa membuat Mydei mengeluarkan semua isi hatinya pada malam ini juga.
"Kalau begitu tinggal menunggu waktu saat kamu menduduki kursi raja dan menggunakan kekuasaanmu untuk menyuruh saya untuk tetap di dalam istana.”
“Saya pun berpikir demikan. Hanya saja, Professor Anaxa, yang saya khawatirkan adalah Anda akan dimiliki oleh orang lain selama Anda tidak berada dalam pengawasan saya.”
“Lalu, kamu berpikir untuk membunuh saya daripada harus melihat saya bersama orang lain?”
“Kurang lebih begitu, Professor.”
Mendengar pengakuan Mydei itu membuatnya nyaris menyinggungkan senyuman dari mulutnya. Ini terdengar gila baginya karena kedua belah pihak sama-sama memiliki ide gila untuk saling memiliki satu sama lain.
Dan Anaxa sendiri tidak menyangka seorang Putra Mahkota juga memiliki rasa obsesi terhadap gurunya. Rasa penasran yang baru muncul di dalam otaknya. Ia ingin mengetahui sejak kapan rasa obsesi Mydei itu muncul. Dan ia ingin mengetahui sampai tahap mana rasa obsesi itu akan membawa Mydei ke lubang neraka.
Walaupun dia sangat penasaran, Anaxa tidak ingin Mydei hancur karenanya. Dia hanya perlu mengendalikan rasa obsesi Mydei ini agar tidak sampai di luar batas.
“Mydeimos, apa kamu tahu bahwa saya sangat mengagumimu?” Tanya Anaxa sambil menyibak rambut Mydei ke telinga kirinya.
“Saya tahu, Professor. Bahkan saya tahu Anda telah memperhatikan saya selama ini.”
“Benarkah? Coba kamu jelaskan apa saja yang telah saya perhatikan darimu itu? Jika jawabanmu benar, maka aku akan menuruti semua permintaanmu. Bahkan permintaan gilamu sekalipun.”
“Itu pertanyaan yang mudah untuk dijawab dibandingkan pertanyaan tentang dromas, Professor.” Kata Mydei sambil menunjukkan senyuman hangat untuk Sang Professor. “Setelah pertemuan kita di kandang dromas itu, Anda mulai memperhatikan gerak-gerik saya. Saat saya menulis, saya tahu Anda menatap saya tanpa memalingkan perhatian Anda. Begitu pula ketika saya sedang makan, berbicara, bahkan saat saya bicara dengan Anda. Saya berpikir itu bagian dari penilain Anda apakah gerak-gerik saya sudah sesuai dengan tata krama kerajaan. Akan tetapi, dugaan saya salah. Anda ingat saat saya menjelaskan bagaimana saya merawat para dromas itu? Tatapan Anda tidak seperti biasanya, Professor. Anda tidak mendengarkan penjelasan tentang dromas yang Anda sukai, Anda hanya fokus kepada saya.”
Tangan kiri Mydei menyentuh pipi kanan Anaxa. Ia meletakkan ibu jarinya di sekitar area bawah mata Anaxa yang berwarna merah itu dan melanjutkan ucapannya. “Anda memerhatikan mata saya.”
Kini tangan kirinya berpindah ke rambut Anaxa yang memiliki rwarna hijau muda. Ia mengambil beberapa helai rambut milik Sang professor dan melanjutkan ucapannya. “Anda memerhatikan rambut saya pula. Serta.......”
Lalu, tangan Mydei berpindah ke dagu Anaxa yang membuat kepala Anaxa sedikit mendongak ke atas dikarenakan perbedaan tinggi tubuh mereka. Mydei menunjukkan sebuah senyuman licik untuk gurunya. “Professor, apa Anda ingin menyentuh bibir saya?”
Anaxa merespons pertanyaan Mydei tangan tawaan yang membuat Mydei melepaskan tangannya dari dagu Anaxa. Tawaannya bukan terdengar tawaan ejekan, melainkan tawa lepas karena puas mendengar jawaban dari Mydei. Semuanya tepat sasaran. Kini, ia tidak perlu lagi menyembunyikan hasratnya dari Mydei.
“Oh Mydeimos, kamu benar-benar bikin saya takjub. Namun, jawabanmu masih kurang satu.”
“Bolehkah saya mengetahui apa yang kurang, Professor?”
Anaxa mengambil tangan kiri Mydei dan memegang jari jemarinya. Kemudian, ia mencium jari manis milik Sang Putra Mahkota.
Tindakan Anaxa itu membuat pipi Mydeimos memerah tipis. Ia pun harus memalingkan wajahnya dan menundukkan kepalanya agar tidak terlihat oleh Anaxa.
“Tidak perlu kamu tutupi, Mydeimos.”
“Anda melakukannya secara mendadak. Hati saya belum siap.”
“Kamu berpikir hati saya siap menerima fakta bahwa saya akan dibunuh oleh murid saya sendiri pada malam ini?”
“Itu hanya rencana cadangan saya.”
“Lalu, rencana utamanya apa?”
“Yang saya lakukan sekarang merupakan rencana utamanya, Professor. Saya hanya ingin menyampaikan isi hati saya selama ini kepada Anda. Saya tidak ingin memendamnya sampai Anda kembali ke Grove of Epiphany. Dan saya lebih tidak rela harus melihat Anda bersama orang lain sebelum saya sempat menyatakan perasaan saya kepada Anda. Dari situlah rencana cadangan itu muncul di kepala saya.”
“Orang tuamu akan menangis jika mendengar ini keluar dari mulut anaknya.”
“Saya harap Anda dapat menepati janji Anda untuk menuruti semua permintaan saya. Salah satunya kejadian ini hanya diketahui oleh kita berdua. Meskipun jawaban saya salah satu.”
“Baiklah. Kesalahan itu hal yang wajar. Jadi, apa permintaanmu yang lain?”
Mydei semakin memperpendak jarak mereka sambil membalas pegangan tangan Anaxa menjadi genggaman. “Professor, maukah Anda meluangkan waktu sedikit Anda untuk mengirimkan pesan kepada saya?”
“Hanya itu saja?”
“Mungkin ini hal remeh untuk Anda. Akan tetapi, ini sangat berarti untuk saya. Meski saya tidak bisa melihat Anda lagi, setidaknya komunikasi kita tidak terputus. Saya tidak peduli isi suratnya berupa esai Anda tentang dromas.”
“Menulis surat saja? Itu mudah. Ada lagi?”
Mydei terdiam sejenak. Ia terlihat seperti memantapkan diri untuk mengucapkan permintaannya ini. Atau lebih tepatnya, ia malu untuk mengatakannya.
“Jika.......jika kita ditakdirkan dapat bertemu kembali, saya mengizinkan Anda untuk menyentuh bibir saya.”
Chapter Text
“Lho?”
Caelus menatap kebingungan sembari scroll hp nya ke atas dan ke bawah untuk memastikan bahwa ia sudah berada di akhir halaman.
“Ending-nya cuma begini?! Ah, tanggung sekali!!”
Setelah membaca fanfiksi tersebut, Caelus dapat mengasumsikan kenapa penulis tidak menginginkan cerita ini dibaca oleh banyak orang. Antara dia tidak dapat menemukan akhir yang tepat untuk ceritanya dan dapat mengecewakan pembaca, atau dia tidak ingin merusak citra Anaxa dan Mydei.
“Lagipula Anaxa dan Mydei tidak akan pernah berbuat begitu.” Gumamnya. “Anaxa memiliki rasa ketertarikan yang gila selain dromas? Mydei yang memiliki ide gila yang tidak bermoral? Aku tidak bisa membayangkannya.”
Caelus mengingat kembali tentang catatan dari Sang penulis untuk memusnahkan karyanya. Menurutnya, meskipun cerita fanfiksi ini sangat di luar dari sifat Mydei dan Anaxa, dia tidak berpikir fanfiksi ini layak untuk dimusnahkan seperti permintaan Si penulis misterius.
Caelus pun penasran, apakah Cyrene sudah membaca cerita ini sebelum mengirimkannya ke dirinya?
Jika suatu hari dia bisa bertemu lagi dengan Cyrene, Caelus ingin sekali membahas cerita fanfiksi milik penulis misterius ini kepadanya.
Sejenak Caelus mendapatkan pertanyaan besar setelah mengingat isi catatan dari penulis misterius itu dan pesan dari Cyrene.
Jika file yang dikirimkan oleh Cyrene merupakan cerita yang sudah pernah dihapus, berarti kisah cinta antara Anaxa dan Mydei ini pernah dibaca oleh orang lain dan segera dimusnahkan oleh pembaca sebelum dirinya?
Jika memang begitu, menurut Caelus akan lebih lucu kalau pembaca sebelumnya adalah Mydei atau Anaxa.
Notes:
Terima kasih telah membaca sampai di sini. Ini pertama kalinya saya upload cerita di website ini. Mohon maaf atas kekurangan pada penulisan saya.

nenenmydei on Chapter 2 Sun 16 Nov 2025 01:18PM UTC
Comment Actions
dainswashere on Chapter 2 Mon 17 Nov 2025 12:02PM UTC
Comment Actions